MAKALAH
ARAB PRA ISLAM
KELOMPOK
I :
1.
AMIN
2.
AYU
SIODJA
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LUWUK
TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Assalaamualaykum
wr. Wb.
Puji dan syukur hanyalah milik Allah
SWT yang memberikan taufiq dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah sejarah kebudayaan islam
tentang kondisi arab pra islam, dari segi sistem politik dan kemasyarakatan
serta kepercayaan dan kebudayaan.
|
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA
PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR
ISI.................................................................................................. iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG................................................................. 1
B.
RUMUSAN
MASALAH............................................................. 1
C.
TUJUAN...................................................................................... 1
D.
MANFAAT.................................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ARAB PRA ISLAM.................................................................... 3
B.
SISTEM POLITIK DAN
KEMASYARAKATAN.................... 3
C.
SISTEM KEPERCAYAAN DAN
KEBUDAYAAN................. 6
BAB
III PENUTUP
A.
KESIMPULAN........................................................................... 11
B.
SARAN....................................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketika Nabi
Muhammad SAW lahir (570 M). mekah adalah kota yang sangat penting dan terkenal
diantara kota-kota di negeri Arab. Baik karena tradisinya maupun
karena letaknya. Kota ini dilalui jalur perdagangan yang ramai
menghubungkan yaman diselatan dan siria di utara.dengan adanya kabah ditengah
kota. Mekah menjadi pusat keagamaan arab. Kabah adalah tempat mereka berziarah.
Didalamnya terdapat 360 berhala. Mengelilingi berhala utama. Hubal.mekah
kelihatan makmur dan kuat. Agama dan masyarakat arab ketika itu mencerminkan
realitas kesukuan masyarakat jazirah arab dengan luas satu juta mil persegi.
Biasanya
dalam membicarakan wilayah geografis yang didiami bangsa arab sebelum
islam,orang membatasi pembicaraan hanya pada jazirah arab. Padahal bangsa arab
juga mendiami daerah-daerah disekitar jazirah. Jazirah arab memang merupakan
kediaman mayoritas bangsa arab kala itu.
Dunia
arab ketika itu merupakan kancah peperangan terus menerus . pada sisi yang lain
meskipun masyarakat badui mempunyai pemimpin namun merreka hanya tunduk kepada
syeikh atau amir(ketua kabilah)itu dalam hal yang berkaitan dengan peperangan,
pembagian harta rampasan dan pertempuran tertentu. Diluar itu ,syeikh atau amir
tidak kuasa mengatur anggota kabilahnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah arab pra islam ?
2.
Bagaimanakah sistem politik dan kemasyarakatan arab
pra islam ?
3.
Bagaimanakah sistem kepercayaan dan kebudayaan arab
pra islam ?
C. Tujuan
1.
Menjelaskan kondisi arab pra islam.
2.
Menjelaskan sistem politik dan kemasyarakatan arab pra
islam.
3.
Menjelaskan sistem kepercayaan dan kebudayaan arab pra
islam.
D. Manfaat
1.
Agar pembaca mengetahui kondisi arab pra islam.
2.
Agar pembaca mengetahui sistem politik dan
kemasyarakatan arab pra islam.
3.
Agar pembaca mengetahui sistem kepercayaan dan
kebudayaan arab pra islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arab Pra
Islam
Dilihat dari silsilah keturunan
dan cikal bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum Bangsa Arab menjadi Tiga
bagian, yaitu :
1.
Arab Ba’idah, yaitu kaum-kaum Arab terdahulu
yang sejarahnya tidak bisa dilacak
secara rinci dan komplit. Seperti Ad, Tsamud, Thasn, Judais, Amlaq dan
lain-lainnya.
2.
Arab Aribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal
dari keturunan Ya’rub bin Yasyjub bin Qahthan, atau disebut pula Arab
Qahthaniyah.
3.
Arab Musta’ribah, yaitu kaum-kaum Arab yang berasal
dari keturunan Isma’il, yang disebut pula Arab Adnaniyah.
B. Sistem
Politik Dan Kemasyarakatan
a.
Kondisi Politik
Bangsa Arab sebelum
islam, hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri sendiri-sendiri. Satu
sama lain kadang-kadang saling bermusuhan. Mereka tidak mengenal rasa ikatan
nasional. Yang ada pada mereka hanyalah ikatan kabilah. Dasar hubungan dalam
kabilah itu ialah pertalian darah. Rasa asyabiyah (kesukuan) amat kuat
dan mendalam pada mereka, sehingga bila mana terjadi salah seorang di antara
mereka teraniaya maka seluruh anggota-anggota kabilah itu akan bangkit
membelanya. Semboyan mereka “ Tolong saudaramu, baik dia menganiaya atau
dianiaya “.
Pada hakikatnya kabilah-kabilah
ini mempunyai pemuka-pemuka yang memimpin kabilahnya masing-masing. Kabilah
adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi politiknya adalah kesatuan
fanatisme, adanya manfaat secara timbal balik untuk menjaga daerah dan
menghadang musuh dari luar kabilah.
Kedudukan pemimpin
kabilah ditengah kaumnya, seperti halnya seorang raja. Anggota kabilah harus
mentaati pendapat atau keputusan pemimpin kabilah. Baik itu seruan damai
ataupun perang. Dia mempunyai kewenangan hukum dan otoritas pendapat, seperti
layaknya pemimpin dictator yang perkasa. Sehingga adakalanya jika seorang
pemimpin murka, sekian ribu mata pedang ikut bicara, tanpa perlu bertanya apa
yang membuat pemimpin kabilah itu murka.
Kekuasaan yang berlaku
saat itu adalah system dictator. Banyak hak yang terabaikan. Rakyat bisa
diumpamakan sebagai ladang yang harus mendatangkan hasil dan memberikan
pendapatan bagi pemerintah. Lalu para pemimpin menggunakan kekayaan itu untuk
foya-foya mengumbar syahwat, bersenang-senang, memenuhi kesenangan dan
kesewenangannya. Sedangkan rakyat dengan kebutaan semakin terpuruk dan
dilingkupi kezhaliman dari segala sisi. Rakyat hanya bisa merintih dan
mengeluh, ditekan dan mendapatkan penyiksaan dengan sikap harus diam, tanpa
mengadakan perlawanan sedikitpun.
Kadang persaingan untuk
mendapatkan kursi pemimpin yang memakai sistem keturunan paman
kerap membuat mereka bersikap lemah lembut, manis dihadapan orang banyak,
seperti bermurah hati, menjamu tamu, menjaga kehormatan, memperlihatkan
keberanian, membela diri dari serangan orang lain, hingga tak jarang mereka
mencari-cari orang yang siap memberikan sanjungan dan pujian tatkala berada
dihadapan orang banyak, terlebih lagi para penyair yang memang menjadi
penyambung lidah setiap kabilah pada masa itu, hingga kedudukan para penyair
itu sama dengan kedudukan orang-orang yang sedang bersaing mencari simpati.
b.
Kondisi Masyarakat
Dikalangan Bangsa Arab terdapat
beberapa kelas masyarakat. Yang kondisinya
berbeda antara yang satu dengan yang lain. Hubungan seorang keluarga dikalangan
bangsawan sangat diunggulkan dan diprioritaskan, dihormati dan dijaga sekalipun
harus dengan pedang yang terhunus dan darah yang tertumpah. Jika seorang ingin
dipuji dan menjadi terpandang dimata bangsa Arab karena kemuliaan dan
keberaniannya, maka dia harus banyak dibicarakan kaum wanita.
Karena jika seorang wanita menghendaki, maka dia bisa mengumpulkan beberapa
kabilah untuk suatu perdamaian, dan jika wanita itu mau maka dia bisa
menyulutkan api peperangan dan pertempuran diantara mereka. Sekalipun begitu,
seorang laki-laki tetap dianggap sebagai pemimpin ditengah keluarga, yang tidak
boleh dibantah dan setiap perkataannya harus dituruti. Hubungan laki-laki dan
wanita harus melalui persetujuan wali wanita. Begitulah gambaran secara ringkas kelas masyarakat bangsawan, sedangkan
kelas masyarakat lainnya beraneka ragam dan mempunyai kebebasan hubungan antara
laki-laki dan wanita.
Para wanita dan laki-laki begitu bebas bergaul, malah untuk berhubungan
yang lebih dalam pun tidak ada batasan. Yang lebih parah lagi, wanita bisa
bercampur dengan lima orang atau lebih laki-laki sekaligus. Hal itu dinamakan hubungan
poliandri. Perzinahan mewarnai setiap lapisan masyarakat. Semasa itu,
perzinahan tidak dianggap aib yang mengotori keturunan.
Banyak hubungan antara wanita dan laki-laki yang diluar kewajaran, seperti :
1.
Pernikahan
secara spontan, seorang laki-laki mengajukan lamaran kepada laki-laki lain yang
menjadi wali wanita, lalu dia bisa menikahinya setelah menyerahkan mas kawin
seketika itu pula.
2.
Para laki-laki bisa mendatangi wanita sekehendak
hatinya. Yang disebut wanita pelacur.
3.
Pernikahan Istibdha’, seorang laki-laki
menyuruh istrinya bercampur kepada laki-laki lain hingga mendapat kejelasan
bahwa istrinya hamil. Lalu sang suami mengambil istrinya kembali bila
menghendaki, karena sang suami menghendaki kelahiran seorang anak yang pintar
dan baik.
4.
Laki-laki dan wanita bisa saling berhimpun dalam
berbagai medan peperangan. Untuk pihak yang menang, bisa menawan wanita dari
pihak yang kalah dan menghalalkannya menurut kemauannya.
Banyak lagi hal-hal yang menyangkut
hubungan wanita dengan laki-laki yang diluar kewajaran. Diantara kebiasaan yang
sudah dikenal akrab pada masa jahiliyah ialah poligami tanpa da batasan
maksimal, berapapun banyaknya istri yang dikehendaki. Bahkan mereka bisa menikahi janda bapaknya, entah karena dicerai atau
karena ditinggal mati. Hak perceraian ada ditangan kaum laki-laki tanpa ada
batasannya.
Perzinahan mewarnai setiap lapisan mayarakat, tidak hanya terjadi di
lapisan tertentu atau golongan tertentu. Kecuali hanya sebagian kecil dari kaum
laki-laki dan wanita yang memang masih memiliki keagungan jiwa.
Ada pula kebiasaan diantara mereka yang mengubur hidup-hidup anak
perempuannya, karena takut aib dan karena kemunafikan. Atau ada juga yang
membunuh anak laki-lakinya, karena takut miskin dan lapar. Disini kami
tidak bisa menggambarkannya secara detail kecuali dengan ungkapan-ungkapan yang
keji, buruk, dan menjijikkan.
Secara garis besar, kondisi masyarakat mereka bisa dikatakan lemah dan
buta. Kebodohan mewarnai segala aspek kehidupan, khurafat tidak bisa
dilepaskan, manusia hidup layaknya binatang. Wanita diperjual-belikan dan
kadang-kadang diperlakukan layaknya benda mati. Hubungan ditengah umat sangat
rapuh dan gudang-gudang pemegang kekuasaan dipenuhi kekayaan yang berasal dari
rakyat, atau sesekali rakyat dibutuhkan untuk menghadang serangan musuh.
C. Sistem
Kepercayaan Dan Kebudayaan
Kepercayaan
bangsa Arab sebelum lahirnya Islam, mayoritas mengikuti dakwah Isma’il Alaihis-Salam,
yaitu menyeru kepada agama bapaknya Ibrahim Alaihis-Salam yang intinya
menyeru menyembah Allah, mengesakan-Nya, dan memeluk agama-Nya.
Waktu terus bergulir sekian
lama, hingga banyak diantara mereka yang melalaikan ajaran yang pernah
disampaikan kepada mereka. Sekalipun begitu masih ada sisa-sisa tauhid dan
beberapa syiar dari agama Ibrahim, hingga muncul Amr Bin Luhay, (Pemimpin
Bani Khuza’ah). Dia tumbuh sebagai orang yang dikenal baik, mengeluarkan
shadaqah dan respek terhadap urusan-urusan agama, sehingga semua orang
mencintainya dan hampir-hampir mereka menganggapnya sebagai ulama besar dan
wali yang disegani.
Kemudian Amr Bin Luhay mengadakan perjalanan ke Syam. Disana dia melihat penduduk Syam menyembah berhala. Ia menganggap hal itu
sebagai sesuatu yang baik dan benar. Sebab menurutnya, Syam adalah tempat para
Rasul dan kitab. Maka dia pulang sambil membawa HUBAL dan
meletakkannya di Ka’bah. Setelah itu dia mengajak penduduk Mekkah untuk membuat
persekutuan terhadap Allah. Orang orang Hijaz pun banyak yang mengikuti
penduduk Mekkah, karena mereka dianggap sebagai pengawas Ka’bah dan penduduk
tanah suci.
Pada saat itu, ada tiga berhala yang paling besar yang ditempatkan mereka
ditempat-tempat tertentu, seperti :
1. Manat,
mereka tempatkan di Musyallal ditepi laut merah dekat Qudaid.
2. Lata,
mereka tempatkan di Tha’if.
3. Uzza,
mereka tempatkan di Wady Nakhlah.
Setelah itu, kemusyrikan semakin
merebak dan berhala-berhala yang lebih kecil bertebaran disetiap tempat di
Hijaz. Yang menjadi fenomena terbesar dari kemusyrikan bangsa Arab kala itu
yakni mereka menganggap dirinya berada pada agama Ibrahim.
Ada beberapa contoh tradisi dan
penyembahan berhala yang mereka lakukan, seperti :
1.
Mereka mengelilingi berhala dan mendatanginya,
berkomat-kamit dihadapannya, meminta pertolongan tatkala kesulitan, berdo’a
untuk memenuhi kebutuhan, dengan penuh keyakinan bahwa berhala-berhala itu bisa
memberikan syafaat disisi Allah dan mewujudkan apa yang mereka kehendaki.
- Mereka menunaikan Haji dan Thawaf disekeliling berhala, merunduk dan bersujud dihadapannya.
- Mereka mengorbankan hewan sembelihan demi berhala dan menyebut namanya.
Banyak lagi
tradisi penyembahan yang mereka lakukan terhadap berhala-berhalanya, berbagai
macam yang mereka perbuat demi keyakinan mereka pada saat itu. Bangsa Arab
berbuat seperti itu terhadap berhala-berhalanya, dengan disertai keyakinan
bahwa hal itu bisa mendekatkan mereka kepada Allah dan menghubungkan mereka
kepada-Nya, serta memberikan manfaat di sisi-Nya.
Selain itu,
Orang-orang Arab juga mempercayai dengan pengundian nasib dengan anak panah
dihadapan berhala Hubal. Mereka juga percaya kepada perkataan Peramal,
Orang Pintar dan Ahli Nujum.
Dikalangan
mereka ada juga yang percaya dengan Ramalan Nasib Sial dengan sesuatu.
Ada juga diantara mereka yang percaya bahwa orang yang mati terbunuh, jiwanya
tidak tentram jika dendamnya belum dibalaskan, ruh nya bisa menjadi burung
hantu yang berterbangan di padang seraya berkata,”Berilah aku minum, berilah
aku minum”!jika dendamnya sudah dibalaskan, maka ruh nya akan menjadi tentram.
Sekalipun
masyarakat Arab jahiliyah seperti itu, toh masih ada sisa-sisa dari agama
Ibrahim dan mereka sama sekali tidak meninggalkannya, seperti pengagungan
terhadap ka’bah, thawaf disekelilingnya, haji, umrah, Wufuq di Arafah dan
Muzdalifah. Memang ada hal-hal baru dalam pelaksanaannya.
Semua
gambaran agama dan kebiasaan ini adalah syirik dan penyembahan terhadap berhala
menjadi kegiatan sehari-hari , keyakinan terhadap hayalan dan khurafat selalu
menyelimuti kehidupan mereka. Begitulah agama dan kebiasaan mayoritas bangsa
Arab masa itu. Sementara sebelum itu sudah ada agama Yahudi, Masehi, Majusi,
dan Shabi’ah yang masuk kedalam masyarakat Arab. Tetapi itu hanya sebagian
kecil oleh penduduk Arab. Karena kemusyrikan dan penyesatan aqidah terlalu
berkembang pesat.
Itulah
agama-agama dan tradisi yang ada pada saat detik-detik kedatangan islam. Namun
agama-agama itu sudah banyak disusupi penyimpangan dan hal-hal yang merusak.
Orang-orang musyrik yang mengaku pada agama Ibrahim, justru keadaannya jauh
sama sekali dari perintah dan larangan syari’at Ibrahim. Mereka mengabaikan
tuntunan-tuntunan tentang akhlak yang mulia. Kedurhakaan mereka tak terhitung
banyaknya, dan seiring dengan perjalanan waktu, mereka berubah menjadi para
paganis (penyembah berhala), dengan tradisi dan kebiasaan yang menggambarakan
berbagai macam khurafat dalam kehidupan agama, kemudian mengimbas kekehidupan
social, politik dan agama.
Sedangkan
orang-orang Yahudi, berubah menjadi orang-orang yang angkuh dan sombong.
Pemimpin-pemimpin mereka menjadi sesembahan selain Allah. Para pemimpin inilah
yang membuat hukum ditengah manusia dan menghisab mereka menurut kehendak yang
terbetik didalam hati mereka. Ambisi mereka hanya tertuju kepada kekayaan dan
kedudukan, sekalipun berakibat musnahnya agama dan menyebarnya kekufuran serta
pengabaian terhadap ajaran-ajaran yang telah ditetapkan Allah kepada mereka,
dan yang semua orang dianjurkan untuk mensucikannya.
Sedangkan
agama Nasrani berubah menjadi agama paganisme yang sulit dipahami dan
menimbulkan pencampuradukkan antara Allah dan Manusia. Kalaupun ada bangsa Arab
yang memeluk agama ini, maka tidak ada pengaruh yang berarti. Karena
ajaran-ajarannya jauh dari model kehidupan yang mereka jalani, dan yang tidak
mungkin mereka tinggalkan.
Semua agama
dan tradisi Bangsa Arab pada masa itu, keadaan para pemeluk dan masyarakatnya
sama dengan keadaan orang-orang Musyrik. Musyrik hati, kepercayaan, tradisi dan
kebiasaan mereka hampir serupa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bangsa Arab
sebelum datangnya islam mempunyai kebudayaan yang baik dan buruk yang telah ada
ketika bangsa arab mengalami masa kegelapan.
2. Kebudayaan
yang buruk terutama dalam segi Akhlak dan agama, mereke menyembah berhala,
sering melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah diantaranya minum-minuman
keras, berjudi, membunuh anak perempuan yang baru lahir, merendahkan harkat
martabat wanita. Membunuh
anak-anak, jika kemiskinan dan kelaparan mendera mereka, atau bahkan sekedar
prasangka bahwa kemiskinan akan mereka alami. Ber-tabarruj
(bersolek). Para wanita terbiasa bersolek dan keluar rumah sambil
menampakkan kecantikannya, lalu berjalan di tengah kaum lelaki dengan
berlengak-lenggok, agar orang-orang memujinya. Lelaki yang
mengambil wanita sebagai gundik, atau sebaliknya, lalu melakukan hubungan
seksual secara terselubung. Prostitusi.
Memasang tanda atau bendera merah di pintu rumah seorang wanita menandakan
bahwa wanita itu adalah pelacur. Fanatisme
kabilah atau kaum dan masih banyak lagi.
3. Tapi dari
semua keburukan tersebut masih ada hal yang baik dari bangsa Arab pada saat itu
diantaranya: juga berkembangasa ilmu pengetahuan dalam bidang astronomi atau
perbintangan, dalam bidang dagang, dan adanya kebiasaan masyarakat yang melekat
yaitu rasa solidaritas diantara sesame klan atau suku, dermawan, pantang mundur
jika menhadapi sesuatu dan lai-lain.
B. Saran
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan untuk penulisan
makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Hasan, Abul. 2008. Sejarah
Lengkap Nabi Muhammad SAW. Yogyakarta: Mardhiyah Press.
·
Musyawarah guru PAI.
2008. Modul Hikmah Membina Kreatifitas dan Prestasi. Akik Pustaka
·
Syaikh Shafiyyurahman.
2007. Sirah Nabawiyah. Jakarta: PUSTAKA AL-KAUTSAR
·
Yatim, Badri. 2000. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Syukron katsiran sangat membantu
BalasHapus