Jumat, 14 Februari 2014

makalah sholat jama' dan qashar


M A K A L A H


Unismuh 1024 Pixel.jpg

       SHALAT JAMA’ DAN QASHAR

Disusun oleh :
Kelompok IV
Ø MUH. FADLIH DAHLAN
Ø SAHRUL SALINGKAT
Ø NASRIANTO
Ø SUGIARTI H DINAR
Ø MEGAWATI INTADJA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LUWUK
FAKULTAS AGAMA ISLAM
TAHUN 2013

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL                                                                                             
DAFTAR ISI                              ....................................................................        ii
BAB I PENDAHLUAN
A.   Latar belakang               ………………………………………………... 1
B.   Rumusan Masalah       ………………………………………………... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.   Shalat Jama’ dan Qashar                                       …………………… 2
B.   Hal-hal yang membolehkan jama’ dan qashar  …………………… 4
C.   Jarak safar yang dibolehkan jama’ dan qashar …………………… 7
D.   Lama safar yang dibolehkan jama’ dan qashar……………………. 8
BAB III PENUTUP
A.   Kesimpulan                    ……………………………………….............   10
B.   Saran                               ……………………………………….............   11
DAFTAR PUSTAKA

 
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjama’ dan mengqashar shalat termasuk rukhshah (kelonggaran/keringanan) yang diberikan Allah SWT kepada hambanya karena adanya kondisi yang menyulitkan bila shalat dilakukan dalam keadaan biasa. Rukhsah ini merupakan shodaqoh dari Allah SWT yang dianjurkan untuk diterima dengan penuh ketawadhu’an.
Namun jika ada musafir yang tidak mengqashar shalatnya maka shalatnnya tetap sah, hanya saja kurang sesuai dengan sunnah karena Nabi saw senantiasa menjama’ dan mengqashar shalatnya saat melakukan safar. Dan yang seharusnya selaku umat muslim harus  menerima shodaqoh/keringanan (rukhsah) yang diberikan oleh Allah kepada hambanya.
B. Rumusan Masalah
1.    apakah yang dimaksud dengan shalat jama’ dan shalat qashar ?
2.    apakah hal-hal yang membolehkan mengqashar dan menjama’ shalat ?
3.    bagaimanakah jarak safar yang dibolehkan jama’ dan qashar ?
4.    berapakah lama safar dibolehkan jama’ dan qashar ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Shalat Jama’ Dan Shalat Qashar
a.    Shalat jama’
Sholat jama’ ialah melaksanakan dua shalat wajib dalam satu waktu. Seperti melaksanakan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu Dzuhur.  menjama’ shalat separti ini dinamakan Jama’ Taqdim. atau melaksanakan shalat dzuhur dan ashar  di waktu Ashar dinamakan Jama’ Ta’khir. Dan melaksanakan shalat Magrib dan shalat Isya’ bersamaan di waktu sholat  Magrib atau melaksanakannya di waktu Isya’.
Jadi shalat yang boleh dijama’ adalah semua shalat Fardhu kecuali shalat Shubuh. Shalat shubuh harus dilakukan pada waktunya, shalat subuh  tidak boleh dijama’ dengan shalat Isya’ atau shalat Dhuhur. Dan untuk menjama’ shalat harus sesuai dengan urutan waktu sholat yang telah ditentukan oleh Allah SWT dan tidak boleh menjama’ sholat dengan membalikkan waktu sholat yang telah ditentukan oleh Allah SWT, dan pada saat menjama’ dua sholat, maka cukup dengan mengumandangkan iqamat di antara dua sholat yang dijama’.


b.    Shalat Qashar
shalat Qashar adalah  meringkas shalat yang empat rakaat menjadi dua rakaat. Seperti shalat Dhuhur, Ashar dan Isya’. Sedangkan shalat Magrib dan shalat Shubuh tidak bisa diqashar.
Dasar-dasar hukum seseorang boleh mengqashar sholat adalah sebagai berikut :
1- Firman Allah swt :
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ مِنَ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُواْ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُواْ لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِينًا
“ Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” ( Qs An Nisa : 101 )
2- Hadist Abdullah bin Umar r.a bahwasanya ia berkata :
صحبت رسول الله - صلى الله عليه وسلم - فكان لا يزيد فى السفر على ركعتينوأبا بكر وعمر وعثمان كذلك - رضى الله عنهم .
“ Aku pernah menemani Rosulullah saw dalam perjalanannya dan beliau tidak pernah mengerjakan shalat lebih dari dua reka’at. Demikian juga yang dilakukan oleh Abu Bakar, Umar dan Ustman r.a . “ ( HR Bukhari dan Muslim )

B.   Hal-Hal Yang Membolehkan jama’ Dan qashar
a.    Safar (Bepergian)
Bagi orang yang sedang atau akan bepergian, baik masih di rumah (tempat tinggal) atau dalam perjalanan, dan atau sudah sampai di tujuan, dibolehkan menjama’ shalat, baik dilakukan secara jama’ taqdim maupun jama’ ta’khir sama saja, dan selama berada ditempat yang dituju tetap boleh menjama’ shalat dengan syarat tidak berniat untuk menetap di tempat itu. Seperti yang dilakukan oleh Rasul SAW.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ إِذَا كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ وَيَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ
”Rasulullah menjamak antara shalat Dhuhur dan Ashar bilamana beliau berada di tengah perjalanan dan menjamak antara Maghrib dan Isya’.(HR. Bukhari)
b.    Hujan
Jika seseorang berada di suatu masjid atau mushalla, tiba-tiba turun hujan sangat lebat, maka dibolehkan menjama’ shalat maghrib dengan ‘isya’, dzuhur dan ‘ashar,
النبي صلى الله عليه وسلم جمع بين المغرب والعشاء في ليلة مطيرة
“Nabi saw pernah menjama’ antara sholat maghrib dan isya pada suatu malam yang diguyur hujan lebat.” (HR. Bukhari)

c.    Sakit
Sakit merupakan cobaan dan ujian bagi manusia, dan apabila seseorang sabar dalam menghadapi cobaan dan ujian sakit ini, dan tetap menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, khususnya perintah shalat, maka akan mengurangi dosa-dosanya, sekalipun shalat itu dikerjakan dengan cara dijama’
فإن قويت على أن تؤخّري الظّهر وتعجّلي العصر ثمّ ثغتسلين حين تطهرين وتصلّين الظهر والعصر جميعًاً ثمّ تؤخرين المغرب وتعجّلين العشاء ثمّ تغتسلين وتجمعين بين الصلاتين فافعلي
“ Jika engkau mampu mengakhirkan shalat dzuhur dan menyegerakan shalat ashar, kemudian engkau mandi setelah bersuci, dan engkau menggabungkan shalat dzuhur dan shalat ashar, kemudian engkau mengakhirkan shalat maghrib dan menyegerakan shalat isya, kemudian engkau mandi dan menggabungkan diantara dua shalat, maka lakukanlah“
d.    Takut
Takut dalam masalah ini bukan takut seperti yang biasa dialami oleh setiap orang, akan tetapi yang dimaksud takut disini yaitu takut secara bathin.
عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنْ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ فَقَالَ عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ. رواه مسلم
“Diriwayatkan dari Ya’la Ibn Umayyah, ia berkata: Saya bertanya kepada ‘Umar Ibnul Khaththab tentang (firman Allah): "Laisa ‘alaikum junaahun an taqshuru minashalah in khiftum an yaftinakumu-lladzina kafaru". Padahal sesungguhnya orang-orang dalam keadaan aman. Kemudian Umar berkata: Saya juga heran sebagaimana anda heran terhadap hal itu. Kemudian saya menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda: Itu adalah pemberian Allah yang diberikan kepada kamu sekalian, maka terimalah pemberian-Nya.”(HR. Muslim)
e.    Keperluan (kepentingan) Mendesak
Dalam banyak kejadian di masyarakat, kadang kalanya karena sibuk dengan beberapa keperluan, kepentingan, mereka melupakan shalat yang telah menjadi kewajiban bagi setiap muslim beriman. Maka boleh menjama’ shalat bagi orang yang tidak dalam safar, jika ada kepentingan yang mendesak, asal hal itu tidak dijadikan kebiasaan dalam hidupnya.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ سَفَرٍ قَالَ أَبُو الزُّبَيْرِ فَسَأَلْتُ سَعِيدًا لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَالَ سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ كَمَا سَأَلْتَنِي فَقَالَ أَرَادَ أَنْ لاَ يُحْرِجَ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِهِ.
“Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Rasulullah saw shalat dhuhur dan ‘ashar di Madinah secara jama‘, bukan karena takut dan juga bukan dalam perjalanan. Berkata Abu Zubair: saya bertanya kepada Sa’id; Mengapa beliau berbuat demikian? Kemudian ia berkata; Saya bertanya kepada Ibnu’ Abbas sebagaimana engkau bertanya kepadaku: Kemudian Ibnu ‘Abbas berkata: Beliau menghendaki agar tidak mernyulitkan seorangpun dari umatnya.(HR. Bukhari – Muslim)
C.   Jarak Safar Yang Dibolehkan Jama’ Dan Qashar
Adapun jarak perjalanan (safar) yang dibolehkan untuk menjama’ dan mengqashar ternyata ulama berbeda pendapat. Ada ulama yang berpendapat jarak minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang minimal 3 farsakh, ada yang berpendapat safar minimal harus sehari-semalam, bahkan ada yang berpendapat tidak ada jarak dan waktu yang pasti karena sangat tergantung pada kondisi fisik, psikis serta keadaan sosiologis dan lingkungan masyarakat. Jika memang perjalanan tersebut berat dan menyulitkan maka ada keringanan dan kelonggran (rukhsah) berupa shalat jama’ dan qashar. Sebab maksud pemberian rukhsah adalah untuk mehilangkan beban dan kesulitan.
Ada riwayat yang mengatakan dari shahabat Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Saw mengqashar shalat dalam perjalanan yang berukuran 3 mil atau 1 farsakh.
عَنْ شُعْبَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَزِيْدِ اْلهَنَائِيّ قَالَ: سَأَلْتُ اَنَسًا عَنْ قَصْرِ الصَّلاَةِ فَقَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا خَرَجَ مَسِيْرَةَ ثَلاَثَةِ اَمْيَالٍ اَوْ ثَلاَثَةِ فَرَاسِخَ صَلَّى َكْعَتَيْنِ
“Dari Syu’bah dari Yahya bin Yazid Al-Hanaiy, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Anas tentang mengqashar shalat, lalu ia menjawab, “Adalah Rasulullah SAW apabila bepergian sejauh tiga mil atau tiga farsakh, maka beliau shalat dua reka’at”. (Syu’bah ragu, tiga mil atau tiga farsakh” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi)
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَافَرَ فَرَاسَخًا يُقَصِّرُ الصَّلاَة
“Adapun Rasulullah SAW bila bepergian sejauh satu farsakh, maka beliau mengqashar Shalat”(HR. Sa’id bin Manshur. Dan disebutkan oleh Hafidz dalam at-Talkhish, ia mendiamkan adanya hadits ini, sebagai tanda mengakuinya)
D.   Lama Safar Yang Dibolehkan Jama’ Dan Qashar
Para ulama juga berbeda pendapat berapa lama perjalanan yang membolehkan musafir melaksanakan sholat jama’ dan qashar.
Imam Malik, As-Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa maksimal 3 hari bagi muhajirin yang akan mukim (tinggal) di tempat tersebut. Sementara ada juga yang berpendapat maksimal 4 hari, 10 hari (Muttafaq ‘alayh, dari Anas bin Maliik), 12 hari (H.R. Ahmad, dari ‘imran), 15 hari (pendapat Abu Hanifah), 17 hari, dan 19 hari (muttafaq ‘alayh, dari Ibn ‘Abbas).
Jika diperlihatkan secara seksama pada hadis-hadis dari para sahabat di atas, umumnya mereka menceritakan sholat safar sesuai dengan keadaan dan perspektif mereka masing-masing. Inilah yang kemudian dipahami oleh para Imam Madzhab sehingga mereka berbeda pendapat dalam batasan jarak dan waktu kebolehan shalat jama’ dan qashar. Dari pendapat yang ada, yang lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa selama berstatus sebagai musafir biasa (bukan musafir perang) dan tidak tinggal lebih dari 19 hari di satu tempat tersebut, maka masih diberikan keringanan untuk menjama’-qashar shalatnya. tetapi Kalau musafir perang, maka boleh menjama’-qashar shalatnya selama masih dalam suasana perang. Sedangkan bagi musafir dengan tujuan maksiat, maka senagian besar ulama berpendapat tidak ada keringanan qashar kepadanya.












BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Dari paparan di atas kami dari kelompok 4 mengambil kesimpulan :
1.    Shalat jama’ dan qashar adalah keringanan (rukhsah) yang diberikan Allah kepada hambanya, yang harus diterima oleh umat muslim sebagai shodaqah dari Allah SWT. Shalat yang dapat di jama’ adalah semua shalat fardhu kecuali sholat subuh. Dan shalat yang dapat di qashar adalah semua shalat fardhu yang empat rakaat yaitu shalat isya’, dhuhur dan ashar.
2.    Hal-hal yang membolehkan jama’ dan qashar ada beberapa hal, yaitu : Safar (Bepergian), Hujan, Sakit, Takut, Keperluan (kepentingan) Mendesak.
3.    Dalam persoalan jarak safar, para ulama’ berbeda pendapat. Ada ulama yang berpendapat jarak minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang minimal 3 farsakh, ada yang berpendapat safar minimal harus sehari-semalam, bahkan ada yang berpendapat tidak ada jarak dan waktu yang pasti karena sangat tergantung pada kondisi fisik, psikis serta keadaan sosiologis dan lingkungan masyarakat.
4.    Lama safar yang dibolehkan jama’ dan qashar para ulama’ berbeda pendapat. Tetapi dalil yang paling kuat adalah 19 hari (bukan dalam keadaan perang) berdasarkan hadits muttafaq ‘alayh, dari Ibnu Abbas.

B.   Saran
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan untuk penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.










DAFTAR PUSTAKA
Ø  Syakir Jamaluddin. sholat sesuai tuntunan Nabi SAW mengupas kontroversi hadis sekitar sholat. LPPI UMY.
Ø  DR. Ahmad Hatta, MA. Tafsir Qur’an perkata, 2009. Magfirah Pustaka.






2 komentar:

  1. http://www.ajiersa.com/2016/08/makalah-jama-dan-qasar-sembahyang.html

    BalasHapus
  2. http://www.ajiersa.com/2016/08/makalah-jama-dan-qasar-sembahyang.html

    BalasHapus