
![]() |
SHALAT JAMA’ DAN QASHAR
Disusun
oleh :
Kelompok
IV
Ø MUH.
FADLIH DAHLAN
Ø SAHRUL
SALINGKAT
Ø NASRIANTO
Ø SUGIARTI
H DINAR
Ø MEGAWATI
INTADJA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LUWUK
FAKULTAS AGAMA ISLAM
TAHUN 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI .................................................................... ii
BAB I PENDAHLUAN
A. Latar belakang ………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………... 1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Shalat Jama’ dan Qashar …………………… 2
B.
Hal-hal yang membolehkan jama’ dan qashar …………………… 4
C.
Jarak safar yang dibolehkan jama’ dan qashar …………………… 7
D.
Lama safar yang dibolehkan jama’ dan qashar……………………. 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ………………………………………............. 10
B. Saran ………………………………………............. 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjama’
dan mengqashar shalat termasuk rukhshah (kelonggaran/keringanan) yang
diberikan Allah SWT kepada hambanya karena adanya kondisi yang menyulitkan bila
shalat dilakukan dalam keadaan biasa. Rukhsah ini merupakan shodaqoh
dari Allah SWT yang dianjurkan untuk diterima dengan penuh ketawadhu’an.
Namun
jika ada musafir yang tidak mengqashar shalatnya maka shalatnnya tetap sah,
hanya saja kurang sesuai dengan sunnah karena Nabi saw senantiasa menjama’ dan
mengqashar shalatnya saat melakukan safar. Dan yang seharusnya selaku
umat muslim harus menerima
shodaqoh/keringanan (rukhsah) yang diberikan oleh Allah kepada hambanya.
B. Rumusan Masalah
1. apakah
yang dimaksud dengan shalat jama’ dan shalat qashar ?
2. apakah hal-hal yang
membolehkan mengqashar dan menjama’ shalat ?
3. bagaimanakah
jarak safar yang dibolehkan jama’ dan qashar ?
4. berapakah
lama safar dibolehkan jama’ dan qashar ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Shalat Jama’ Dan Shalat Qashar
a.
Shalat jama’
Sholat
jama’ ialah melaksanakan dua shalat wajib dalam satu waktu. Seperti
melaksanakan shalat Dzuhur dan shalat Ashar di waktu Dzuhur. menjama’ shalat separti ini dinamakan Jama’
Taqdim. atau melaksanakan shalat dzuhur dan ashar di waktu Ashar dinamakan Jama’ Ta’khir. Dan
melaksanakan shalat Magrib dan shalat Isya’ bersamaan di waktu sholat Magrib atau melaksanakannya di waktu Isya’.
Jadi shalat
yang boleh dijama’ adalah semua shalat Fardhu kecuali shalat Shubuh. Shalat
shubuh harus dilakukan pada waktunya, shalat subuh tidak boleh dijama’ dengan shalat Isya’ atau
shalat Dhuhur. Dan untuk menjama’ shalat harus sesuai dengan urutan waktu
sholat yang telah ditentukan oleh Allah SWT dan tidak boleh menjama’ sholat
dengan membalikkan waktu sholat yang telah ditentukan oleh Allah SWT, dan pada
saat menjama’ dua sholat, maka cukup dengan mengumandangkan iqamat di
antara dua sholat yang dijama’.
b.
Shalat Qashar
shalat Qashar
adalah meringkas shalat yang empat
rakaat menjadi dua rakaat. Seperti shalat Dhuhur, Ashar dan Isya’. Sedangkan
shalat Magrib dan shalat Shubuh tidak bisa diqashar.
Dasar-dasar hukum seseorang boleh
mengqashar sholat adalah sebagai berikut :
1- Firman Allah swt :
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ
مِنَ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُواْ إِنَّ
الْكَافِرِينَ كَانُواْ لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِينًا
“
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah mengapa kamu men-qashar
sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya
orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” ( Qs An Nisa :
101 )
2- Hadist Abdullah bin Umar r.a bahwasanya ia berkata :
صحبت رسول الله - صلى
الله عليه وسلم - فكان لا يزيد فى السفر على ركعتينوأبا بكر وعمر وعثمان كذلك -
رضى الله عنهم .
“ Aku pernah menemani Rosulullah saw dalam
perjalanannya dan beliau tidak pernah mengerjakan shalat lebih dari dua
reka’at. Demikian juga yang dilakukan oleh Abu Bakar, Umar dan Ustman r.a . “ ( HR Bukhari dan Muslim )
B. Hal-Hal Yang Membolehkan jama’ Dan qashar
a.
Safar (Bepergian)
Bagi orang yang sedang
atau akan bepergian, baik masih di rumah (tempat tinggal) atau dalam
perjalanan, dan atau sudah sampai di tujuan, dibolehkan menjama’ shalat, baik
dilakukan secara jama’ taqdim maupun jama’ ta’khir sama saja, dan selama berada
ditempat yang dituju tetap boleh menjama’ shalat dengan syarat tidak berniat
untuk menetap di tempat itu. Seperti yang dilakukan oleh Rasul SAW.
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ يَجْمَعُ بَيْنَ صَلَاةِ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ إِذَا
كَانَ عَلَى ظَهْرِ سَيْرٍ وَيَجْمَعُ بَيْنَ الْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ
”Rasulullah menjamak antara shalat Dhuhur dan Ashar
bilamana beliau berada di tengah perjalanan dan menjamak antara Maghrib dan
Isya’.(HR. Bukhari)
b. Hujan
Jika seseorang berada
di suatu masjid atau mushalla, tiba-tiba turun hujan sangat lebat, maka
dibolehkan menjama’ shalat maghrib dengan ‘isya’, dzuhur dan ‘ashar,
النبي صلى الله عليه وسلم جمع
بين المغرب والعشاء في ليلة مطيرة
“Nabi saw pernah
menjama’ antara sholat maghrib dan isya pada suatu malam yang diguyur hujan
lebat.” (HR. Bukhari)
c. Sakit
Sakit merupakan cobaan
dan ujian bagi manusia, dan apabila seseorang sabar dalam menghadapi cobaan dan
ujian sakit ini, dan tetap menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya, khususnya
perintah shalat, maka akan mengurangi dosa-dosanya, sekalipun shalat itu
dikerjakan dengan cara dijama’
فإن قويت على أن تؤخّري الظّهر وتعجّلي العصر ثمّ ثغتسلين حين تطهرين وتصلّين
الظهر والعصر جميعًاً ثمّ تؤخرين المغرب وتعجّلين العشاء ثمّ تغتسلين وتجمعين بين
الصلاتين فافعلي
“ Jika engkau mampu
mengakhirkan shalat dzuhur dan menyegerakan shalat ashar, kemudian engkau mandi
setelah bersuci, dan engkau menggabungkan shalat dzuhur dan shalat ashar, kemudian
engkau mengakhirkan shalat maghrib dan menyegerakan shalat isya, kemudian
engkau mandi dan menggabungkan diantara dua shalat, maka lakukanlah“
d. Takut
Takut dalam masalah ini
bukan takut seperti yang biasa dialami oleh setiap orang, akan tetapi yang
dimaksud takut disini yaitu takut secara bathin.
عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ قَالَ قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ لَيْسَ
عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنْ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ
يَفْتِنَكُمْ الَّذِينَ كَفَرُوا فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ فَقَالَ عَجِبْتُ مِمَّا
عَجِبْتَ مِنْهُ فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ذَلِكَ
فَقَالَ صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ. رواه
مسلم
“Diriwayatkan dari
Ya’la Ibn Umayyah, ia berkata: Saya bertanya kepada ‘Umar Ibnul Khaththab
tentang (firman Allah): "Laisa ‘alaikum junaahun an taqshuru
minashalah in khiftum an yaftinakumu-lladzina kafaru". Padahal sesungguhnya orang-orang dalam
keadaan aman. Kemudian Umar berkata: Saya juga heran sebagaimana anda heran
terhadap hal itu. Kemudian saya menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw.
Beliau bersabda: Itu adalah pemberian Allah yang diberikan kepada kamu
sekalian, maka terimalah pemberian-Nya.”(HR. Muslim)
e. Keperluan
(kepentingan) Mendesak
Dalam banyak kejadian
di masyarakat, kadang kalanya karena sibuk dengan beberapa keperluan, kepentingan,
mereka melupakan shalat yang telah menjadi kewajiban bagi setiap muslim beriman.
Maka boleh menjama’ shalat bagi orang yang tidak dalam safar, jika ada
kepentingan yang mendesak, asal hal itu tidak dijadikan kebiasaan dalam
hidupnya.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ
سَفَرٍ قَالَ أَبُو الزُّبَيْرِ فَسَأَلْتُ سَعِيدًا لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَالَ
سَأَلْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ كَمَا سَأَلْتَنِي فَقَالَ أَرَادَ أَنْ لاَ يُحْرِجَ
أَحَدًا مِنْ أُمَّتِهِ.
“Diriwayatkan dari Ibnu
‘Abbas, ia berkata: Rasulullah saw shalat dhuhur dan ‘ashar di Madinah secara
jama‘, bukan karena takut dan juga bukan dalam perjalanan. Berkata Abu Zubair:
saya bertanya kepada Sa’id; Mengapa beliau berbuat demikian? Kemudian ia
berkata; Saya bertanya kepada Ibnu’ Abbas sebagaimana engkau bertanya kepadaku:
Kemudian Ibnu ‘Abbas berkata: Beliau menghendaki agar tidak mernyulitkan
seorangpun dari umatnya.(HR. Bukhari – Muslim)
C. Jarak Safar Yang Dibolehkan Jama’ Dan
Qashar
Adapun jarak perjalanan (safar) yang
dibolehkan untuk menjama’ dan mengqashar ternyata ulama berbeda pendapat. Ada
ulama yang berpendapat jarak minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang
minimal 3 farsakh, ada yang berpendapat safar minimal harus
sehari-semalam, bahkan ada yang berpendapat tidak ada jarak dan waktu yang
pasti karena sangat tergantung pada kondisi fisik, psikis serta keadaan
sosiologis dan lingkungan masyarakat. Jika memang perjalanan tersebut berat dan
menyulitkan maka ada keringanan dan kelonggran (rukhsah) berupa shalat
jama’ dan qashar. Sebab maksud pemberian rukhsah adalah untuk
mehilangkan beban dan kesulitan.
Ada riwayat yang
mengatakan dari shahabat Anas bin Malik, bahwa Rasulullah Saw mengqashar shalat
dalam perjalanan yang berukuran 3 mil atau 1 farsakh.
عَنْ شُعْبَةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَزِيْدِ اْلهَنَائِيّ قَالَ: سَأَلْتُ
اَنَسًا عَنْ قَصْرِ الصَّلاَةِ فَقَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ ص اِذَا خَرَجَ
مَسِيْرَةَ ثَلاَثَةِ اَمْيَالٍ اَوْ ثَلاَثَةِ فَرَاسِخَ صَلَّى َكْعَتَيْنِ
“Dari Syu’bah dari
Yahya bin Yazid Al-Hanaiy, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada Anas tentang
mengqashar shalat, lalu ia menjawab, “Adalah Rasulullah SAW apabila
bepergian sejauh tiga mil atau tiga farsakh, maka beliau shalat dua reka’at”.
(Syu’bah ragu, tiga mil atau tiga farsakh” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan Baihaqi)
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَافَرَ فَرَاسَخًا يُقَصِّرُ الصَّلاَة
“Adapun Rasulullah SAW bila bepergian sejauh satu
farsakh, maka beliau mengqashar Shalat”(HR. Sa’id bin Manshur. Dan disebutkan oleh Hafidz dalam at-Talkhish, ia
mendiamkan adanya hadits ini, sebagai tanda mengakuinya)
D. Lama Safar Yang Dibolehkan Jama’ Dan Qashar
Para ulama juga berbeda pendapat berapa
lama perjalanan yang membolehkan musafir melaksanakan sholat jama’ dan qashar.
Imam Malik, As-Syafi’i dan Ahmad
berpendapat bahwa maksimal 3 hari bagi muhajirin yang akan mukim (tinggal) di
tempat tersebut. Sementara ada juga yang berpendapat maksimal 4 hari, 10 hari
(Muttafaq ‘alayh, dari Anas bin Maliik), 12 hari (H.R. Ahmad, dari ‘imran), 15
hari (pendapat Abu Hanifah), 17 hari, dan 19 hari (muttafaq ‘alayh, dari Ibn
‘Abbas).
Jika diperlihatkan secara seksama pada
hadis-hadis dari para sahabat di atas, umumnya mereka menceritakan sholat safar
sesuai dengan keadaan dan perspektif mereka masing-masing. Inilah yang kemudian
dipahami oleh para Imam Madzhab sehingga mereka berbeda pendapat dalam batasan
jarak dan waktu kebolehan shalat jama’ dan qashar. Dari pendapat yang ada, yang
lebih kuat adalah pendapat yang menyatakan bahwa selama berstatus sebagai
musafir biasa (bukan musafir perang) dan tidak tinggal lebih dari 19 hari di
satu tempat tersebut, maka masih diberikan keringanan untuk menjama’-qashar
shalatnya. tetapi Kalau musafir perang, maka boleh menjama’-qashar shalatnya
selama masih dalam suasana perang. Sedangkan bagi musafir dengan tujuan
maksiat, maka senagian besar ulama berpendapat tidak ada keringanan qashar
kepadanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan di atas
kami dari kelompok 4 mengambil kesimpulan :
1. Shalat jama’ dan qashar adalah keringanan (rukhsah)
yang diberikan Allah kepada hambanya, yang harus diterima oleh umat muslim
sebagai shodaqah dari Allah SWT. Shalat yang dapat di jama’ adalah semua shalat
fardhu kecuali sholat subuh. Dan shalat yang dapat di qashar adalah semua
shalat fardhu yang empat rakaat yaitu shalat isya’, dhuhur dan ashar.
2. Hal-hal yang membolehkan jama’ dan qashar
ada beberapa hal, yaitu : Safar
(Bepergian), Hujan, Sakit, Takut, Keperluan (kepentingan)
Mendesak.
3. Dalam persoalan jarak safar, para ulama’
berbeda pendapat. Ada ulama yang berpendapat jarak minimal 1 farsakh atau
tiga mil, ada yang minimal 3 farsakh, ada yang berpendapat safar minimal
harus sehari-semalam, bahkan ada yang berpendapat tidak ada jarak dan waktu
yang pasti karena sangat tergantung pada kondisi fisik, psikis serta keadaan
sosiologis dan lingkungan masyarakat.
4. Lama safar yang dibolehkan jama’ dan qashar
para ulama’ berbeda pendapat. Tetapi dalil yang paling kuat adalah 19 hari
(bukan dalam keadaan perang) berdasarkan hadits muttafaq ‘alayh, dari Ibnu Abbas.
B.
Saran
Penulis banyak berharap para
pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi
sempurnanya makalah ini dan untuk penulisan makalah di kesempatan-kesempatan
berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø
Syakir
Jamaluddin. sholat sesuai tuntunan Nabi SAW mengupas kontroversi hadis sekitar
sholat. LPPI UMY.
Ø
DR. Ahmad
Hatta, MA. Tafsir Qur’an perkata, 2009. Magfirah Pustaka.
|
http://www.ajiersa.com/2016/08/makalah-jama-dan-qasar-sembahyang.html
BalasHapushttp://www.ajiersa.com/2016/08/makalah-jama-dan-qasar-sembahyang.html
BalasHapus